Kamis, 23 Agustus 2012

Basi dari Bangsa Tenggang Rasa

After leaving the phase "whining about how I have been abandoning my blog" which cemented my status as a n00b blogger, I am gonna fire some posts right away today (brought to you by poorly stirred with random knife cuba libre).


First, it is gonna be my review or blurting about some things that bother me on last Dirgahayu Republik Indonesia on last August 17th. Because it's about Indonesia, brace yourself for some gado-gado sentences karena gue bener-bener pure write down my thoughts.  And here they are in bullet points:


  • Basi adalah: bitching about "make Bahasa Inggris berarti lo gak nasionalis". Menurut gue, ini sangatlah lame.  Perkara lama.  Mengapa? Oke, bullet points lagi
        • Kalau rakyat Indonesia gak ada yang bisa bahasa Inggris/bahasa Internasional, kita bakal jadi negara yang amat sangat tertinggal.  Bayangkan sebuah suku di pelosok rimba yang gak bisa bahasa Indonesia dan hidup di antara mereka-mereka aja.  Ya, budaya dan tradisi terjaga, tapi it is like you keeping your diamond, nobody knows its beauty, jadi buat apa? You may say: "Some things are better unknown", but are you sure a country like Indonesia included? Do you think it is better for Indonesia to be remote until like, forever? Serious questions, I want to know your opinion, the comment box will welcome you;
        • And reality says, bangsa yang gak berwawasan internasional bakal ditindas.  Ayo mundur lagi ke 350 tahun yang lalu untuk bukti.  Ingat, masa pergerakan nasional dipicu sejak politik etis diberlakukan dan orang-orang tertentu di Indonesia yang bisa mendapat pendidikan akhirnya sadar dan bangkit melawan kolonialisme dengan cara yang lebih efektif dan "elegan" (menulis artikel di koran, diplomasi, dll.);
        • Dan para pejuang tadi rata-rata bisa 3, 5, 7 atau lebih bahasa dan mereka gunakan dalam berbagai kesempatan.  Does it mean mereka gak nasionalis?.
  • Basi yang kedua adalah: meratap tentang betapa Indonesia belum merdeka, seperti: "Sesungguhnya Indonesia belum merdeka karena *insert some problems here*.." "Merdeka itu adalah *masalah yang lagi panas di Indonesia terselesaikan*" "Belum ada yang meneruskan cita-cita Bung Karno.." dan seterusnya.  Menurut gue, itu cuma kayak template tahunan buat mengeluh.



Di sisi lain, gue juga sadar orang seperti gue adalah orang-orang penghancur bahasa Indonesia, dan juga bahasa Inggris. But I see myself as a learner for both language, learner makes lots of blunder and craves for improvement (does it sound like an apologize for you?). Dan gue juga setuju bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang masih memegang nilai-nilai budayanya, bangga akan budayanya, tapi juga siap dengan that so called globalisasi, bisa memfilter-bla bla bla, you know the restlah. In my eyes, gue melilhat kita, orang-orang Indonesia di jejaring sosial, sedang dalam babysteps menuju kedewasaan beropini.  Jadi, mari bertenggang rasa dengan kekeliruan-kekeliruan tadi.  Atau sebenarnya haram buat bertenggang rasa untuk hal-hal seperti ini? What's your thought on this?

3 komentar:

  1. Komentar gue...Ya, gue setuju sama lo, terutama di bagian lo bilang orang seperti lo adalah penghancur Bahasa Indonesia dan juga bahasa Inggris. 8'))) *ngibrit sebelum diberangus*

    BalasHapus
  2. setuju gey, basi ke 2 itu yang paling basi paling bener banget hahah

    BalasHapus